BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Agama Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Agama Islam berkembang dari bagian Barat sampai bagian Timur di Indonesia. Awal perkembangannya, agama Islam lebih banyak di anut oleh masyarakat yang terdapat di bagian Barat karena jalur pelayaran perdagangan terpusat di bagian Barat Indonesia. Agama Islam dengan mudah diterima dan dianut oleh para raja penguasa kerajaan-krajaan di Indonesia. Akibatnya rakyat yang berada pada wilayah kekuasaannya mengikuti kepercayaan rajanya.
Pada abad ke-13 di Perlak sudah ada pemukiman Muslim. Hal ini disebabkan karena saudagar Muslim pertama kali di daerah itu setelah mengadakan pelayaran jauh dari Barat, dan ditempat itu pula saudagar Muslim asing menunggu waktu untuk memulai pelayaran ke arah barat menuju negerinya. Oleh karena itu, di tempat ini mereka lebih lama tinggal dan ber-sentuhan dengan penduduk setempat, sehingga dapat dipahami bahwa disinilah terjadi penyebaran Islam.
B. Permasalahan.
1. Kerajaan-kerajaan mana sajakah yang bercorak Islam di Indonesia sebelum pejajahan Belanda.
2. Bagaimanakah aspek kehidupan masyarakat kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesultanan Perlak.
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya. Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah da‘i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja‘far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.
1. Sumber Sejarah
a. Kitab Idharul Haqq, karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy.
b. Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, karangan Syekh Syamsul Bahri Abdullah Al Asyi, yang disalin kembali oleh Sayid Abdullah Ibn Sayid Habib Saifuddin pada tahun 1275 H.
c. Silsilah raja-raja Perlak dan Pasai, catatan Sayid Abdullah Ibn Sayid Habib Saifuddin.
d. Catatan Marcopolo.
2. Aspek-aspek Kesultanan Perlak.
a. Aspek Politik.
Raja-raja yang memerintah di Kesultanan Perlak
1) Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M)
2) Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Rahim Syah (864-888 M)
3) Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913 M)
4) Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918)
Menurut Prof. Dr. Wan Husein Azmi, Kerjaan Perlak mengalami kekosongan pemerintahan karena adanya persaingan paham Syiah dan Ahlus Sunnah setelah pemerintahan Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah, maka pada tahun 913-915 terjadi perseteruan. Perseteruan itu dimenangkan oleh ahlus sunnah. Oleh karena itu, Sultan yang diangkat berasal dari keturunan Marah Perlak.
Keturunan Marah Perlak yang menjadi raja berturut-turut adalah :
1) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932 M)
2) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
3) Sultan Makhdum Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983 M).
Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok Sunni dan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya. Aliran Syi‘ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi‘ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi‘ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syi‘ah di Kesultanan Perlak dan Kesultanan Samudera Pasai.
Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kesultanan Samudera Pasai, Marah Silu dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Marah Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syi‘ah.
Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.
Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syiah dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan Perlak kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988).
2) Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kesultanan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemim-pinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.
Pada masa Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kesultanan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kesultanan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kesultanan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
Sebelum bersatu dengan Kesultanan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam.
b. Aspek Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab, ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengem-bangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
c. Aspek Ekonomi
Kesultanan Islam Perlak adalah kerjaan yang maju dengan kemampuan membuat alat pembayaran resmi kerjaan.
Ditemukannya bukti-bukti berupa mata uang dari kerjaan Perlak, yang terdiri dari atas tiga jenis :
1) Mata uang “Dirham” ditemukan oleh Ruhidi/Zakaria di Kampung Paya Meuligou, sekitar 150 meter dari lokasi bandar Khalifah.
2) Mata uang “Kupang” ditemukan di kampung Sara Pineung, Blang Simpo Perlak, di selatan Perlak
3) Mata uang “Kuningan” atau tembaga uang diperlihatkan M. Arifin Ahmad, Ketua Tim Sejarah Aceh Timur.
B. Kesultanan Samudera Pasai.
Kesultanan Samudera Pasai terletak di bagian utara Pantai Timur Sumatera berdekatan dengan Selat Malaka. Kesultanan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan Kesultanan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat Kesultanan Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam, dan berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M). Kesultanan SamuderaPasai merupakan gabungan dari Kesultanan Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan Kesultanan luar Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di Kesultanan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga me-rupakan pusat perkembangan agama Islam. Seiring perkembangan zaman, Samudera mengalami kemunduran, hingga ditaklukkan oleh Majapahit sekitar tahun 1360 M. Pada tahun 1524 M ditaklukkan oleh Kesultanan Aceh.
Adapun raja yang pernah berkuasa di Kesultanan Samudera Pasai adalah sebagai berikut :
1. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Ahmad Laidkudzahi
4. Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383-1405 M)
5. Sultan Shalahuddin (1405-1412 M)
a. Kehidupan Sosial-Budaya
Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan Kesultanan besar, pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai Kesultanan besar, di Kesultanan ini juga berkembang suatu kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka dalambahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.
C. Kesultanan Demak.
Kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa adalah Kesultanan Demak yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa., dengan pusta pemerintahan terletak antara Bergota dan Jepara. Bergota (sekarang Semarang) adalah pelabuhan ekspor bagi Mataram Jepara ber-kembang sebagai pelabuhan penting bagi Kesultanan Demak.
1. Kehidupan Politik.
Sekitar akhir abad ke-15 Kesultanan Majapahit mulai mengalami masa-masa keruntuhannya, beberapa daerah melepaskan diri dari Majapahit, termasuk yang dilakukan salah satu adipatinya yang ber-nama raden Patah. Dia adalah adipati Demak keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit yang melakukan per-lawanan terhadap Kesultanan Majapahit dan kemudian dengan dibantu beberapa daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik mendirikan Kesultanan Islam Demak.
Sumber-sumber terkait dengan Kesultanan Demak mengung-kapkan bahwa Raden Patah berhasil merobohkan majapahit dan kemudian memindahkan semua alat upacara Kesultanan dan pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang dari tetap berlangsungnya Kesultanan kesatuan Majapahit itu, tetapi dalam bentuk baru di Demak. Banyak versi tentang tahun berdirinya Kesultanan Demak, menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Runtuhnya Kesultanan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara. Disebutkan bahwa Kesultanan Demak berdiri pada tahun 1478 setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak namun kebanyakan sejarawan berpendapat bahwa Kesultanan Demak berdiri pada tahun 1500, para sejarawan ini beranggapan bahwa ada rentang waktu 21 tahun semenjak didirikannya Masjid Demak untuk membangun fondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan di Demak dan dalam makalah ini kami mengambil pendapat yang kedua.
Berdirinya Kesultanan Demak merupakan klimaks dari per-juangan Wali Songo dalam menyebarkan Islam, didalam Babad Demak di-ceritakan bahwa sebelum Kesultanan Demak berdiri di daerah Glagahwangipada, tepatnya pada tahun 1479 Masehi telah didirikan Masjid Agung Demak, yang proses pembangunannya melibatkan Walisongo, Masjid ini kemudian berperan sebagai jantung penyebaran islam dan penanaman akidah Islam bagi masyarakat Demak, sekaligus sebagai fondasi awal bagi berdirinya Kesultanan Demak.
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai Kesultanan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kesultanan Demak merupakan Kesultanan yang menjadi Basis kekuatan Utama dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa dan sekitarnya baik dari segi Militer maupun pendidikan, kebesaran Demak tak bisa dilepaskan dari kepemimpin-an Raja-Rajanya, begitu pula kehancurannya yang diakibatkan pe-rebutan kekuasaan para penerus kekuasaan, selama berdirinya Kesultanan Demak dipimpin oleh empat Raja sebelum dipindahkan oleh Jaka Tingkir ke Pajang.raja-raja tersebut adalah:
a. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah merupakan Anak raja Majapahit Brawijaya V dari seorang perempuan campa, dikenal juga dengan nama jinbun. Saat sebelum memberontak kepada Majapahit, Jin Bun atau Raden Patah adalah bupati yang ditempatkan di Demak atau Bintara. Beliau adalah pendiri Pendiri Kesultanan Demak dan murid Sunan Ampel yang menjadi raja pertama dengan bergelar Sultan Syah Ngalam Akbar Al-Fattah. Raden Patah memiliki tiga orang putra, yaitu Pati Unus, Pangeran Trenggono, dan Pangeran Sekar ing Seda Lepen, serta bermenantukan Fatahillah. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh anaknya Pati Unus.
b. Pati Unus/pangeran Sabrang Lor (1518-1521)
Beliau merupakan Anak dari raden patah dan kakak dari sultan trenggono. Berkuasa selama 3 tahun dari tahun 1518-1521. Pada tahun 1513 dibawah komandonya Kesultanan Demak menyerang malaka yang dikuasai portugis sehingga beliau dijuluki pangeran sabrang lor, walaupun serangan tersebut gagal namun eksistensi Kesultanan Demak mulai diperhitungkan. Upaya menghalau portugis terus dilakukan dibawah komando beliau yaitu dengan melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan. Setelah serangkaian percobaan dalam menghalau tentara Portugis akhirnya pada tahun 1521 Pangeran Sabrang Lor meninggal dunia tanpa keturunan.
c. Sultan Trenggono (1521-1546)
Beliau adalah putra dari raden patah dan adik dari adipati Unus. Naik tahta setelah bersama anaknya, Sunan Prawoto menyingkirkan raden kikin (pangeran sekar sedo lepen) saudara tirinya. Bersama menantunya, Fatahillah mengirimkan pasukan untuk menakhlukan sunda kelapa pada 22 juni 1527 dan berhasil meghalau Portugis dari Sunda Kelapa. Beliau menyerang blambangan pada tahun 1546 dan beliau meninggal di Pasuruan sebelum berhasil menakhlukan blambangan. Pada masa ke-pemimpinannya dianggap sebagai masa keemasan Kesultanan Demak karena memiliki daerah yang luas mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur dan meluaskan pengaruh sampai Kalimantan dan Sumatera.
d. Raden Mukmin /Sunan Prawoto (1546-1549)
Raden mukmin adalah Putra sulung Sultan Trenggono dan turut membantu ayahnya naik tahta menyingkirkan pangeran Ing Seda Lepen. Beliau Naik tahta setelah menyingkirkan Raden Kikin, beliau Memimpin antara tahun 1546-1549 dan memin-dahkan ibu kota dari bintoro ke bukit prawoto sehingga ia dijuluki Sunan Prawoto. Raden Mukmin sangat Berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan pulau Jawa namun beliau Kurang ahli dalam berpolitik dan lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja. Menurut babad tanah Jawi ia dibunuh oleh rangkud anak buah arya penangsang. Sunan Prawoto tewas meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Hadiwijaya raja Pajang, dan diangkat sebagai bupati Demak.
2. Kehidupan Ekonomi.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan agraris dengan hasil beras, kemudian berkembang menjadi kerajaan agraris maritim, karena didukung oleh letaknya disempanjang pesisir pantura. Demak memiliki pelabuhan yang terletak dimaura sungai Demak. Barang dagangan sebagai komoditi perdagangan antara demak dan malaka adalah beras dan bahan pangan lainnya.
3. Kehidupan Sosial-Budaya.
Pada awal berdirinya Kerajaan Demak, sebagian besar penduduknya menganut agama Hindu-Budha. Penyiaran agama Islam dilakukan oleh para wali dengan cara damai. Di antara para wali yang menyebarkan agama Islam di wilayah Demak; Sunan Kalijaga, Sunan Kudus. Pada masa pemerintahan Raden Patah, Demak mulai menjadi kerajaan Islam.
Kerajaan Demak merupakan pusat persebaran agama Islam di tanah Jawa. Peninggalan bernapaskan Islam telah tumbuh, budaya Islam berpadu sempurna dengan budaya asli Indonsia. Masjid Agung Demak adalah karya besar para wali dengan menggunakan gaya asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga (atap tumpang) dan memiliki pendapa.
BAB II
KESIMPULAN
Setelah pembahasan ketiga kerajaan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setelah ketiga rakyat kerjaan, baik Kerajaan Perlak, Kerajaan Samudera Pasai, maupun Kerajaan Demak setelah memeluk agama Islam terjadi perubahan kehidupan Politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ketiga kerajaan tersebut merupakan kerjaan yang bercorak Islam sebelum penjajahan Belanda.
Dalam sejarah kesultanan tersebut dinyatakan bahwa telah terjadi perkawinan antara seorang saudagar dengan putri setempat, yang kemudian keturunannya menjadi pendiri kerajaan Islam. Disebutkan Raja Perlak pertama, Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah, ayahnya seorang nakhoda kapal yang berasal dari Gujarat, mengislamkna kepala daerah yang bernama Meurah, mengawini putrinya, dan melahirkan putra yang dianggkat sebagai raja Perlak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad. 2010. Sejarah Islam, Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta : Akbar Media.
Hall, D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya : Usahan Nasional.
Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Ishak, Abdullah, H., 1990. Islam di Nusantara (Khususnya di Tanah Melayu). Selangor : Al-Rahmaniyah.
Pa Eni, Mukhlis.2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 1-8. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada..
Poesponegoro, Marwati Djoned & Notosusano, Nugroho, 1992, Sejarah Nasional Indonesia III (Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, ± 1500-1800, Jakarta : Balai Pustaka.
Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara Dalam Kurung Niaga 1450-1680, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Sunanto, Musyrifah, Dr., 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Umam, Chtibul, dkk. 1979. Sejarah Islam. Jakarta : Gunung Jati.
Yatim, Badri, Dr., M.A., 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar